Hmm...Aku udah ngubek-ngubek isi windows 7 yang diinstal di komputer kantorku kok ya nggak nemuin aplikasi bawaan Windows Movie Maker kayak versi sebelumnya ya...
Nah, usut punya usut ternyata tuh aplikasi memang nggak dipaketin dalam installan program Windows 7. Jadi versi apa pun dari Win 7 (yang starter atau yang ultimate) tetap saja tidak disediakan aplikasi tersebut. Padahal aplikasi Windows Movie Maker bisa digunakan untuk mengedit video dan membuat slide photo yang hasil akhirnya bisa ditonton di DVD player.
Nah, loh! Apa ya alasannya Microsoft buat 'meninggalkan' aplikasi tersebut dan nggak diikutin di dalam paket installan Win 7?
Tapi tenang, kita nggak perlu mempertanyakan Microsoft dengan mengirim surel (email) ke kantornya. Percuma ajah kita nanya lewat surel, toh tuh program juga nggak bakalan tiba-tiba muncul di komputer kita.
Nah, setelah pencarian kesana kemari, aku menemukan cara bagaimana supaya aplikasi Windows Movie Maker ada di komputerku. Rupanya aplikasi tersebut sekarang masuk ke dalam keluarga Windows Live.
Oh, no. Please, jangan tanya aku tentang apa bedanya Windows 7 sama Windows Live. Hehehe.... karena memang aku nggak tahu. Mending langsung ke TKP ajah, kita buka linknya di http://windows.microsoft.com/en-US/windows/products .
Udah dibuka? Bakalan muncul tampilan kayak gini nih :
Nah kan, ada tiga logo gede di tengah layar tuh....Windows 7, Windows Live dan Internet Explorer. Di barisan link di bawah logo Windows Live ada link ke Windows Live Movie Maker, ini nih penggantinya Windows Movie Maker yang jadul itu.
Maka, langsung ajah di klik linknya ( http://explore.live.com/windows-live-movie-maker?os=other) dan muncul tampilan kayak gini :
Oke nggak pake lama mikir, kalau pengen ngedit video lucu waktu sunatan temen yaudah segera ajah didownload (ada tuh tombolnya warna biru) dengan mengklik tulisan "Download Now",
Kalau sudah didownload (filenya kecil kok) langsung aja dibuka (pake klik dua kali di folder hasil download) sehingga mucul tampilan kayak gini :
Pilihan kedua yang diklik ("Choose the program you want to install) karena kita nggak mau download semua programnya (bakal lama selesainya). Nah nanti tampilannya begini :
Nah, semua centangnya dihilangkan...cukup mencentang Photo Gallery and Movie Make.
Tapi maaf ya, karena programnya sudah aku install jadi tampilannya agak sedikit berbeda. Kalau programnya sudah diinstall memang akan muncul di bagian bawah, tepatnya di bawah tulisan "This program is installed".
Tapi sumpah deh, kalau tuh program belum diinstall harusnya ada di bagian atas dan harus kita centang.
Kalau sudah kita centang maka kita tinggal mengklik tombol "Install" di sebelah pojok kanan bawah. Setelah itu tunggulah sampai proses instalasi selesai.
Mau tahu kayak apa tampilan Windows Live Movie Maker ?
Kayak begini nih...
Oke deh...akhirnya aku bisa ngedit video livenya Boyce Avenue ( I love them)... setelah diedit, disimpan di iPad deh. Tidak lupa sebelumnya aku konvert ke format iPad HD...so, jernih sekali gambarnya....
hehehehe....
Sunday, July 31, 2011
Monday, June 20, 2011
Ibu Selalu Tahu
Ibuku tidak bisa dibohongi. Dia selalu tahu apa saja yang terjadi denganku. Seperti waktu aku sedih dicampakkan Sinta, dengan lembut dan hangat beliau mengajakku bicara.
“Ada apa dengan kamu dan Sinta, Rengga?”
Kalau sudah begitu aku tidak bisa berbohong dengan mengatakan tidak ada apa-apa. Biasanya aku akan bercerita terus terang tanpa ada yang kusembunyikan lagi. Kuceritakan betapa suramnya hubunganku dengan Sinta.
Begitupun juga ketika Ibu menikah lagi. Beliau tahu kalau aku gundah, beliau tahu kalau aku resah dengan keputusannya.
“Rengga, Ibu hanya punya anak satu, yaitu kamu, laki-laki pula. Sekarang kamu pun sudah menginjak dewasa, sudah lulus SMA. Suatu saat kamu pasti akan pergi memboyong gadis impianmu menjauh dari Ibu. Nah, Ibu masih butuh seseorang untuk bisa mendampingi Ibu. Itulah mengapa Ibu memutuskan untuk menikah lagi.”
Aku hanya diam. Akhirnya aku menerima pernikahan itu.
Ibu menikah dengan pria yang lebih muda. Usia mereka berbeda hampir lima tahun. Ayah baruku belum sampai empat puluh tahun.
Kami tinggal bertiga. Cukup harmonis karena memang Om Danu orang yang baik. Yah, aku belum bisa memanggil Om Danu dengan sebutan paling sakral—Ayah. Buatku, Ayah tidak tergantikan, sehingga panggilan Ayah belum bisa kuberikan kepada orang lain.
Om Danu orangnya sangat baik. Begitu baiknya dia hingga aku tidak bisa menganggapnya sebagai Ayah tiri (yang dalam banyak cerita memiliki perangai buruk). Perhatiannya membuatku luluh. Seringkali kami pergi hang out sekedar windows shopping melihat gadget-gadget yang sedang promo. Beberapa kali kami juga makan di resto-resto Korea kegemaranku. Om Danu sudah seperti sahabatku.
Sampai kemudian aku menyadari satu hal tentang Om Danu. Dan itu membuatku resah dan gelisah. Aku mulai sangsi dengan pernikahan Ibu. Mungkin harusnya Ibu tidak menikahinya.
Dan memang saja Ibuku tidak bisa dibohongi. Keresahan dan kegundahanku terbaca olehnya. Ibu mengajakku bicara di kamarnya. Wajahnya agak dingin dan membeku. Ekspresinya datar menahan emosi. Apakah dia akan meledakkan amarahnya atau malah menikamku tanpa berkata-kata. Aku agak gerah dan kepanasan. Kecemasanku terbukti sudah. Ibu melontarkan pertanyaan yang langsung menohok jantungku. Aku tidak bisa menampik lagi.
“Rengga, sejak kapan kamu jadi gila dan bisa-bisanya mencintai Ayahmu?” tanyanya sambil menyodorkan photo mesra kami saat menginap di Puncak.
Dalam hati aku menggerutu, menyesal mengabadikan momen yang paling berharga tersebut. Rupanya hubunganku dengan Om Danu sudah lebih dari sekedar seorang anak dengan ayah tirinya.
“Ada apa dengan kamu dan Sinta, Rengga?”
Kalau sudah begitu aku tidak bisa berbohong dengan mengatakan tidak ada apa-apa. Biasanya aku akan bercerita terus terang tanpa ada yang kusembunyikan lagi. Kuceritakan betapa suramnya hubunganku dengan Sinta.
Begitupun juga ketika Ibu menikah lagi. Beliau tahu kalau aku gundah, beliau tahu kalau aku resah dengan keputusannya.
“Rengga, Ibu hanya punya anak satu, yaitu kamu, laki-laki pula. Sekarang kamu pun sudah menginjak dewasa, sudah lulus SMA. Suatu saat kamu pasti akan pergi memboyong gadis impianmu menjauh dari Ibu. Nah, Ibu masih butuh seseorang untuk bisa mendampingi Ibu. Itulah mengapa Ibu memutuskan untuk menikah lagi.”
Aku hanya diam. Akhirnya aku menerima pernikahan itu.
Ibu menikah dengan pria yang lebih muda. Usia mereka berbeda hampir lima tahun. Ayah baruku belum sampai empat puluh tahun.
Kami tinggal bertiga. Cukup harmonis karena memang Om Danu orang yang baik. Yah, aku belum bisa memanggil Om Danu dengan sebutan paling sakral—Ayah. Buatku, Ayah tidak tergantikan, sehingga panggilan Ayah belum bisa kuberikan kepada orang lain.
Om Danu orangnya sangat baik. Begitu baiknya dia hingga aku tidak bisa menganggapnya sebagai Ayah tiri (yang dalam banyak cerita memiliki perangai buruk). Perhatiannya membuatku luluh. Seringkali kami pergi hang out sekedar windows shopping melihat gadget-gadget yang sedang promo. Beberapa kali kami juga makan di resto-resto Korea kegemaranku. Om Danu sudah seperti sahabatku.
Sampai kemudian aku menyadari satu hal tentang Om Danu. Dan itu membuatku resah dan gelisah. Aku mulai sangsi dengan pernikahan Ibu. Mungkin harusnya Ibu tidak menikahinya.
Dan memang saja Ibuku tidak bisa dibohongi. Keresahan dan kegundahanku terbaca olehnya. Ibu mengajakku bicara di kamarnya. Wajahnya agak dingin dan membeku. Ekspresinya datar menahan emosi. Apakah dia akan meledakkan amarahnya atau malah menikamku tanpa berkata-kata. Aku agak gerah dan kepanasan. Kecemasanku terbukti sudah. Ibu melontarkan pertanyaan yang langsung menohok jantungku. Aku tidak bisa menampik lagi.
“Rengga, sejak kapan kamu jadi gila dan bisa-bisanya mencintai Ayahmu?” tanyanya sambil menyodorkan photo mesra kami saat menginap di Puncak.
Dalam hati aku menggerutu, menyesal mengabadikan momen yang paling berharga tersebut. Rupanya hubunganku dengan Om Danu sudah lebih dari sekedar seorang anak dengan ayah tirinya.
Repost from noboru26.wordpress.com with 371 words. The original text taken from HERE!
Sunday, June 19, 2011
Welcome...!
Pindah kamar. Itulah yang terjadi.
Bukan. Bukan karena bosan dengan kamar sebelah (www.noboru26.wordpress.com), hanya saja sepertinya kamar baru ini akan terasa lebih menyenangkan.
Begitu buka pintu kamar, boom!
Selamat datang...!
Selamat datang...!
Tampilan dashboard yang jauh lebih sederhana ketimbang wordpress membuatku berpikir kalau ke depannya pasti akan sangat nyaman menggunakan kamar baru ini.
Tapi biar nanti kita lihat bersama, apakah kesederhanaan yang membuka pintu kamar akan terus kualami selama di Blogspot. Bagaimana dengan layout, gadget, atau widget, atau apapun embel-embel yang bisa dipasang di badan blog? Hmm, harus banyak belajar mempercantik blog dan memanfaatkan semua fitur gratisan blogspot.
Tapi biar nanti kita lihat bersama, apakah kesederhanaan yang membuka pintu kamar akan terus kualami selama di Blogspot. Bagaimana dengan layout, gadget, atau widget, atau apapun embel-embel yang bisa dipasang di badan blog? Hmm, harus banyak belajar mempercantik blog dan memanfaatkan semua fitur gratisan blogspot.
Kuucapkan selamat datang di kamarku yang baru, noboru26.blogspot.com. Semoga kamar baruku ini memberi kesan lebih sempurna dari kamar sebelumnya.
Note : Btw, maaf ya kalau nanti banyak barang pindahan dari kamar sebelah.
Subscribe to:
Posts (Atom)